Kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Lebih dari itu, modus kekerasan cenderung lebih sadis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Tahun ini modus kekerasan terhadap anak makin bervariasi dan cenderung tak masuk akal sehat. Pelaku menggorok leher, menyiram dengan air panas, menceburkan ke dalam sumur sampai tangan anak yang dipatahkan.
Penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap anak dapat dilihat dari faktor individual dan faktor sistem. Faktor individual bersumber dari individu kurang mampu menguasai emosi, kurang pengetahuan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan peraturan mengenai tindak kekerasan (undang-undang perlindungan anak), persepsi terhadap pemberian hukuman dan interpretasi terhadap hukuman fisik. Sementara dari faktor sistem bersumber pada sistem pengawasan/kontrol terhadap perilaku anak.
Perbedaan persepsi mengenai penggunaan hukuman fisik dan psikis yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak dalam rangka mendidik anak masih cukup jelas terlihat diantara para pendidik. Secara umum para pendidik masih menganggap perlu memberikan hukuman fisik meskipun dalam bentuk ringan. Hukuman fisik masih diperlukan karena adanya perbedaan latar belakang sosial budaya dari mana siswa berasal yang beragam, disamping itu juga karena batas peringatan-peringatan berupa nasehat yang sudah dilampaui.
Latar belakang lingkungan sosial dimana siswa berasal membuat pendidik masih merasa perlu untuk menggunakan hukuman fisik terhadap siswa karena dengan menggunakan nasehat saja atau bahasa yang lembut tidak dapat dimengerti oleh siswa dengan baik. Siswa yang hidup dalam lingkungan sosial yang terbiasa menggunakan bahasa-bahasa yang keras dianggap oleh pendidik tidak mampu memahami bahasa-bahasa yang halus, atau tidak dapat menerima perlakukan-perlakuan halus. Dalam kondisi yang demikian, menurut persepsi para pendidik penggunaan hukuman fisik dan kata-kata keras diperlukan agar siswa dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan atau harus dipatuhi di sekolah.
Usaha untuk mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan meresosialisasi pelaku tindak kekerasan tersebut dengan nilai-nilai yang anti kekerasa terhadap anak. Para aktor pelaku tindak kekerasan diberikan pemahaman kembali dengan nilai-nilai tersebut agar menyadari bahwa tindakanya menyalahi aturan yang telah ditetapkan. Sekolah pada umumnya memiliki lembaga Bimbingan Konseling (BK), yang berfungsi sebagai lembaga konsultasi bagi anak-anak yang mengalami masalah di sekolah. Melalui lembaga tersebut, resosialisasi nilai-nilai anti kekerasan terhadap aktor pelaku tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan. Disamping itu jika ada siswa yang mengalami tindak kekerasan maka siswa tersebut dapat dibawa ke BK untuk dapat berkonsultasi dengan guru BK. Guru BK diharapkan dapat berusaha untuk mencari tahu permasalahan yang terjadi serta mencari solusinya.
"Tahun ini modus kekerasan terhadap anak makin bervariasi dan cenderung tak masuk akal sehat. Pelaku menggorok leher, menyiram dengan air panas, menceburkan ke dalam sumur sampai tangan anak yang dipatahkan.
Penyebab terjadinya tindak kekerasan terhadap anak dapat dilihat dari faktor individual dan faktor sistem. Faktor individual bersumber dari individu kurang mampu menguasai emosi, kurang pengetahuan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan peraturan mengenai tindak kekerasan (undang-undang perlindungan anak), persepsi terhadap pemberian hukuman dan interpretasi terhadap hukuman fisik. Sementara dari faktor sistem bersumber pada sistem pengawasan/kontrol terhadap perilaku anak.
Perbedaan persepsi mengenai penggunaan hukuman fisik dan psikis yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak dalam rangka mendidik anak masih cukup jelas terlihat diantara para pendidik. Secara umum para pendidik masih menganggap perlu memberikan hukuman fisik meskipun dalam bentuk ringan. Hukuman fisik masih diperlukan karena adanya perbedaan latar belakang sosial budaya dari mana siswa berasal yang beragam, disamping itu juga karena batas peringatan-peringatan berupa nasehat yang sudah dilampaui.
Latar belakang lingkungan sosial dimana siswa berasal membuat pendidik masih merasa perlu untuk menggunakan hukuman fisik terhadap siswa karena dengan menggunakan nasehat saja atau bahasa yang lembut tidak dapat dimengerti oleh siswa dengan baik. Siswa yang hidup dalam lingkungan sosial yang terbiasa menggunakan bahasa-bahasa yang keras dianggap oleh pendidik tidak mampu memahami bahasa-bahasa yang halus, atau tidak dapat menerima perlakukan-perlakuan halus. Dalam kondisi yang demikian, menurut persepsi para pendidik penggunaan hukuman fisik dan kata-kata keras diperlukan agar siswa dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan atau harus dipatuhi di sekolah.
Usaha untuk mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan meresosialisasi pelaku tindak kekerasan tersebut dengan nilai-nilai yang anti kekerasa terhadap anak. Para aktor pelaku tindak kekerasan diberikan pemahaman kembali dengan nilai-nilai tersebut agar menyadari bahwa tindakanya menyalahi aturan yang telah ditetapkan. Sekolah pada umumnya memiliki lembaga Bimbingan Konseling (BK), yang berfungsi sebagai lembaga konsultasi bagi anak-anak yang mengalami masalah di sekolah. Melalui lembaga tersebut, resosialisasi nilai-nilai anti kekerasan terhadap aktor pelaku tindak kekerasan terhadap anak dapat dilakukan. Disamping itu jika ada siswa yang mengalami tindak kekerasan maka siswa tersebut dapat dibawa ke BK untuk dapat berkonsultasi dengan guru BK. Guru BK diharapkan dapat berusaha untuk mencari tahu permasalahan yang terjadi serta mencari solusinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar