KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA
I.
PENGERTIAN
KALIMAT
Sekurang-kurangnya
kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek
(S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat,
pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya dapat
disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan
frasa.
Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang
utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras
lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan
berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
II.
POLA
KALIMAT DASAR
Setelah membicarakan
beberapa unsur yang membentuk sebuah kalimat yang benar, kita telah dapat
menentukan pola kalimat dasar itu sendiri. Berdasarkan penelitian para ahli,
pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1. KB + KK : Mahasiswa berdiskusi.
2. KB + KS : Dosen itu ramah.
3. KB + KBil : Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4. KB + (KD + KB) : Tinggalnya di Palembang.
5. KB1 + KK + KB2
: Mereka menonton film.
6. KB1 + KK + KB2
+ KB3
: Paman mencarikan saya pekerjaan.
7. KB1 + KB2
: Rustam peneliti.
Ketujuh pola kalimat
dasar ini dapat diperluas dengan berbagai keterangan dan dapat pula pola-pola
dasar itu digabung-gabungkan sehingga kalimat menjadi luas dan kompleks.
III.
JENIS
KALIMAT MENURUT STRUKTUR GRAMATIKALNYA
Menurut strukturnya,
kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat pula berupa
kalimat mejemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif, tidak
setara (subordinatif), ataupun campuran (koordiatif-subordinatif). Gagasan yang
tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan
dengan kalimat majemuk.
A. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal
terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada hakikatnya, kalau dilihat dari
unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia
dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat
tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
Sehubungan dengan it, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri
pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat
dasar. Mari kita lihat sekali lagi pola-pola kalimat dasar tersebut.
1.
Mahasiswa berdiskusi
S: KB +
P: KK
2.
Dosen t ramah
S: KB + P: KS
3.
Harga buku itu sepuluh ribu
rupiah.
S: KB + P: Kbil
Pola-pola kalimat dasar ini
masing-masing hendaklah dibaca sebagai berikut.
Pola 1 adalah pola yang mengandung
subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi).
Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi
S P
Contoh lain:
1. Pertemuan
APEC
sudah berlangsung.
S P
2. Teori
itu dikembangkan.
S P
Pola 2 adalah pola kalimat yang
bersubjek kata benda (dosen
itu) dan berpredikat kata sifat (ramah). Kalimat itu menjadi :
Dosen
itu ramah.
S P
Contoh lain:
1. Komputernya rusak.
S P
2. Suku bunga bank swasta tinggi.
S P
Pola 3 adalah pola kalimat yang
bersubjek kata benda (harga
buku itu) dan berpredikat
kata bilangan (sepuluh
ribu rupiah).
Kalimat selengkapnya ialah :
Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
S P
Contoh lain:
1. Panjang jalan tol Cawang-Tanjung Priok tujuh belas kilometer.
S P
2. Masalahnya seribu
satu.
S P
Ketiga pola kalimat
di atas masing-masing terdiri atas satu kalimat tunggal. Setiap kalimat tunggal
di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya.
Dengan menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya itu, kalimat akan menjadi
panjang (lebih panjang daripada kalimat asalnya), tetapi masih dapat dikenali
unsur utamanya.
Kalimat Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat
Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di
aula.
S P K
Perluasan kalimat itu
adalah hasil perluasan subjek mahasiswa dengan
semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambahkan keterangan tempat
di akhir kalimat.
Kalimat 2, yaitu Dosen itu ramah dapat diperluas menjadi
Dosen itu selalu ramah setiap
hari.
S P K
Kalimat 3, yaitu Harga buku itu sepulu ribu
rupiah dapat diperluas pula
dengan kalimat
Harga buku besar itu sepuluh ribu rupiah per buah.
S P
Memperluas kalimat
tunggal tidak hanya terbatas seperti pada contoh-contoh di atas. Tidak tertutup
kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau
lebih.
Perluasan kalimat itu, antara lain,
terdiri atas:
1. keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, lewat Yogyakarta, dalam republik it, dan sekeliling kota;
2. keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00,
tahun depan, kemarin sore, dan minggu kedua bulan ini;
3. keterangan alat seperti dengan linggis, dengan
undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;
4. keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya,
sesungguhnya, dan sepatutnya;
5. keterangan cara, seperti dengan hatihati, seenaknya saja,
selakas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;
6. keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah, dan telah.
7. keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib,
untuk anaknya, dan bagi kita;
8. keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;
9. frasa yang, seperti mahasiswa yang Ipnya 3 ke atas,
para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin
yang memperhatikan takyatnya;
10. keterangan aposisi, yaitu
keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau
Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Perhatikan perbedaan keterangan alat
dan keterangan cara berikut ini.
Dengan + kata benda = keterangan alat
Dengan + kata kerja/kata sifat = keterangan
cara.
Contoh kemungkinan perluasan kalimat
tercantum di bawah ini.
1.
Gubernur/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
2. Gubernur DKI
Jakarta/memberikan/kelonggaran/kepada pedagang/.
B. Majemuk Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara terjadi dari dua
kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara dikelompokkan menjadi empat
jenis :
1. Dua kalimat tunggal atau lebih dapat
dihubungkan oleh kata dan
atau serta jika
kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya disebut kalimat
majemuk setara penjumlahan.
Contoh:
Kami membaca
Mereka menulis
Kami membaca dan mereka menulis.
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu
lebih dari dua kalimat tunggal.
Contoh:
Direktur tenang.
Karyawan duduk teratur.
Para nasabah antre.
Direktur tenang, karyawan duduk
teratur, dan para nasabah antre.
2. Kedua kalimat tunggal yang berbentuk
kalimat setara itu dapat dihubungkan oleh kata tetapi jika kalimat itu menunjukkan pertentangan,
dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pertentangan.
Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong
negara maju.
Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
Amerika dan Jepang tergolong
negara maju, tetapi Indonesia dan Brunei Darussalam
tergolong negara berkembang.
Kata-kata penghubung
lain yang dapat digunakan dalam menghubungkan dua kalimat tunggal dalam kalimat
majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan
melainkan seperti kalimat berikut.
Puspiptek terletak di Serpong,
sedangkan Industro Pesawat Terbang Nusantara terletak di Bandung.
Ia bukan peneliti, melainkan
pedagang.
3. Dua kalimat tunggal ata lebih dapat
dihubungkan oleh kata lalu
dan kemudian jika
kejadian yang dikemukakannya berurutan.
Contoh:
Mula-mula disebutkan nama-nama
juara MTQ tingkat remaja, kemudian disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat
dewasa.
Upacara serah terima pengurus
koperasi sudah selesai, lalu Pak Ustaz membacakan doa selamat.
4. Dapat pula dua kalimat tunggal atau
lebih dihubungkan oleh kata atau
jika kalimat itu menunjukkan pemilihan,
dan hasilnya disebut kalimat majemuk setara pemilihan.
Contoh:
Para pemilik televisi membayar
iuran televisinya di kantor pos yang terdekat, atau para
petugas menagihnya ke rumah
pemilik televisi langsung.
C. Kalimat Majemuk tidak Setara
Kalimat majemuk tidak
setara terdiri atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku kalimat atau
lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan taraf kepentingan
yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang majemuk. Inti gagasan dituangkan
ke dalam induk kalimat,
sedangkan pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan,
syarat, dan sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak kalimat.
Contoh:
a. Komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern. (tunggal)
b. Mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal)
c. Walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat
modern, mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer itu.
a. Para pemain sudah lelah
b. Para pemain boleh beristirahat.
c. Karena para pemain sudah lelah, para pemain boleh
beristirahat.
d. Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.
Sudah dikatakan di
atas bahwa kalimat majemuk tak setara terbagi dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat
ialah pertalian gagasan dengan hal-hal lain.
Mari kita perhatikan kalimat di bawah
ini.
Apabila engkau ingin melihat bak
mandi panas, saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.
Anak kalimat:
Apabila engkau ingin melihat bak
mandi panas.
Induk kalimat:
Saya akan membawamu ke
hotel-hotel besar.
Penanda anak kalimat
ialah kata walaupun,
meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya,
ketika, sehingga, setelah, sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa, dan sebagainya.
D. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat jenis ini
terdiri atas kalimat majemuk taksetara (bertingkat) dan kalimat majemuk setara,
atau terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk tak setara
(bertingkat).
Misalnya:
1. Karena
hari sudah malam, kami berhenti dan langsung pulang.
2. Kami
pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.
Penjelasan
Kalimat pertama terdiri atas induk kalimat yang berupa
kalimat majemuk setara, kami
pulang, tetapi mereka masih bekerja, dan
anak kalimat karena
tugasnya belum selesai. Jadi,
susunan kalimat kedua adalah setara +
bertingkat.
IV.
JENIS
KALIMAT MENURUT BENTUK GAYANYA (RETORIKANYA)
Tulisan akan lebih
efektif jika di samping kalimat-kalimat yang disusunnya benar, juga gaya
penyajiannya (retorikanya) menarik perhatian pembacanya. Walaupun
kalimat-kalimat yang disusunnya sudah gramatikal, sesuai dengan kaidah, belum
tentu tulisan itu memuaskan pembacanya jika segi retorikanya tidak memikat.
Kalimat akan membosankan pembacanya jika selalu disusun dengan konstruksi yang
monoton atau tidak bervariasi. Misalnya, konstruksi kalimat itu selalu
subjek-predikat-objek-ketengan (SPOK), atau selalu konstruksi induk
kalimat-anak kalimat.
Menurut gaya
penyampaian atau retorikanya, kalimat majemuk dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu (1) kalimat yang melepas (induk-anak), (2) kalimat yang klimaks
(anak-induk), dan (3) kalimat yang berimbang (setara atau campuran).
A. Kalimat yang Melepas
Jika kalimat itu
disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk kalimat dan diikuti oleh unsur
tembahan, yaitu anak kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut melepas. Unsur anak kalimat ini seakan-akan
dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur ini tidak diucapkan, kalimat
itu sudah bermakna lengkap.
Misalnya:
a. Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika saya lulus
ujian sarjana.
b. Semua warga negara harus menaati segala
perundang-undangan yang berlaku agar
kehidupan di negeri ini berjalan
dengan tertib dan aman.
B. Kalimat yang Klimaks
Jika kalimat itu
disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk kalimat, gaya
penyajian kalimat itu disebut berklimaks. Pembaca
belum dapat memahami kalimat tersebut jika baru membaca anak kalimatnya.
Pembaca akan memahami makna kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya.
Sebelum kalimat itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu,
yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang konstruksinya
anak-induk terasa berklimaks dan terasa membentuk ketegangan.
Misalnya:
a. Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke
kantornya.
b. Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan
akhirnya tiga sandera warga negara Prancis itu dibebaskan juga.
C. Kalimat yang Berimbang
Jika kalimat itu
disusun dalam bentuk majemuk setara atau majemuk campuran, gaya penyajian
kalimat itu disebut berimbang
karena strukturnya memperlihatkan
kesejajaran yang sejalan dan dituangkan ke dalam bangun kalimat yang
bersimetri.
Misalnya :
1. Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor
asing dan domestik berlomba
melakukan transaksi, dan IHSG
naik tajam.
2. Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat
bekerja dengan tenang dan dapat
beribadat dengan leluasa.
Ketiga gaya
penyampaian tadi terdapat pada kalimat majemuk. Adapun kalimat pada umumnya
dapat divariasikan menjadi kalimat yang panjang-pendek, aktif-pasif, inversi,
dan pengedepanan keterangan.
V.
JENIS
KALIMAT MENURUT FUNGSINYA
Menurut fungsinya,
jenis kalimat dapat dirinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan,
kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jeis kalimat itu dapat disajikan
dalam bentuk positif dan negatif. Dalam bahasa lisan, intonasi yang khas
menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa
tulisan, perbedaannya dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca.
A. Kalimat Pernyataan (Deklaratif)
Kalimat pernyataan
dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap pada waktu ia
ingin menyampaikan informasi kepada lawan berbahasanya. (Biasanya, intonasi
menurun; tanda baca titik).
Misalnya:
Positif
1. Presiden Gus Dur mengadakan kunjungan ke luar negeri.
2. Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang.
Negatif
1. Tidak semua bank memperoleh kredit lunak.
2. Dalam pameran tersebut para pengunjung tidak mendapat
informasi yang memuaskan tentang bisnis komdominium di kota-kota besar.
B. Kalimat Pertanyaan (Interogatif)
Kalimat pertanyaan
dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi (jawaban) yang
diharapkan. (Biasanya, intonasi menurun; tanda baca tanda tanya). Pertanyaan
sering menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana, mengapa, berapa, dan kapan.
Misalnya:
Positif
1. Kapan Saudara berangkat ke Singapura?
2. Mengapa dia gagal dalam ujian?
Negatif
1. Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan
bestek yang disepakati?
2. Mengapa tidak semua fakir miskin di negara kita dapat
dijamin penghidupannya oleh nefara?
C. Kalimat Perintah dan Permintaan
(Imperatif)
Kalimat perintah
dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau “melarang” orang berbuat sesuatu.
(Biasanya, intonasi menurun; tanda baca titik atau tanda seru).
Misalnya:
Positif
1. Maukah kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak
Sahluddin!
2. Tolong buatlah dahulu rencana pembiayaannya.
Negatif
1. Sebaiknya kita tidak berpikiran sempit tentang hak
asasi manusia.
2. Janganlah kita enggan mengeluarkan zakat kita jika
sudah tergolong orang mampu.
D. Kalimat Seruan
Kalimat seruan
dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau yang
mendadak. (Biasanya, ditandai oleh menaiknya suara pada kalimat lisan dan
dipakainya tanda seru atau tanda titik pada kalimat tulis).
Misalnya:
Positif
1. Bukan main, cantiknya.
2. Nah, ini dia yang kita tunggu.
Negatif
1. Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.
2. Wah, target KONI di Asian Games XIII tahun 1998 di
Bangkok tidak tercapai.
VI.
KALIMAT
EFEKTIF
Kalimat efektif ialah
kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada
pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara
atau penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga
kejelasan kalimat itu dapat terjamin.
Sebuah kalimat
efektif mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan
penalaran, kepaduan gagasan, dan
kelogisan bahasa.
A. Kesepadanan
Yang dimaksud dengan
kesepadanan ialah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa
yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang
kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
Kesepadanan kalimat itu memiliki
beberapa ciri, seperti tercantum di bawah ini.
1. Kalimat itu mempunyai subjek dan
predikat dengan jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu
saja membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu
kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam bagi untuk, pada,
sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
a. Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus
membayar uang kuliah. (Salah)
b. Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar
uang kuliah. (Benar)
2. Tidak terdapat subjek yang ganda
Contoh:
a. Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen.
b. Saat itu saya kurang jelas.
Kalimat-kalimat itu dapat diperbaiki
dengan cara berikut.
a. Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para
dosen.
b. Saat itu bagi saya kurang jelas.
3. Kalimat penghubung intrakalimat
tidak dipakai pada kalimat tunggal
Contoh:
a. Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat
mengikuti acara pertama.
b. Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan dia
membeli sepeda motor
Suzuki.
Perbaikan kalimat-kalimat ini dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk
dan kedua gantilah ungkapan penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung
antarkalimat, sebagai berikut.
a. Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat
mengikuti acara pertama.
Atau
Kami datang terlambat. Oleh
karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama.
b. Kakaknya membeli sepeda motor Honda, sedangkan dia
membeli sepeda motor Suzuki.
Atau
Kakaknya membeli sepeda motor
Honda. Akan tetapi, dia membeli sepeda motor Suzuki.
4. Predikat kalimat tidak didahului
oleh kata yang.
Contoh:
a. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
b. Sekolah kami yang terletak di depan bioskop Gunting.
Perbaikannya adalah sebagai berikut.
a. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
b. Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.
B. Keparalelan
Yang dimaksud dengan
keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat itu.
Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina. Kalau bentuk pertama
menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba.
Contoh:
a. Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara
luwes.
b. Tahap terakhir penyelesaian gedung
itu adalah kegiatan pengecatan
tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
Kalimat a tidak mempunyai kesejajaran karena dua
bentuk kata yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kalimat
itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu.
Harga minyak dibekukan atau
dinaikkan secara luwes.
Kalimat b tidak memiliki kesejajaran karena kata
yang menduduki predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang,pengujian, dan pengaturan. Kalimat
itu akan baik kalau diubah menjadi predikat yang nomial, sebagai berikut.
Tahap terakhir penyelesaian gedung itu
adalah kegiatan pengecatan
tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
C. Ketegasan
Yang dimaksud dengan
ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan pada ide pokok
kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu
memberi penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara untuk
membentuk penekanan dalam kalimat.
1. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu
di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Presiden mengharapkan agar
rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Penekanannya ialah presiden mengharapkan.
Contoh:
Harapan presiden ialah agar
rakyat membangun bangsa dan negaranya.
Penekanannya Harapan presiden.
Jadi, penekanan kalimat dapat dilakukan
dengan mengubah posisi kalimat.
2. Membuat urutan kata yang bertahap
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau
seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar.
Seharusnya:
Bukan seratus, seribu, atau
sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar.
3. Melakukan pengulangan kata
(repetisi).
Contoh:
Saya suka kecantikan mereka,
saya suka akan kelembutan mereka.
4. Melakukan pertentangan terhadap ide
yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu tidak malas dan curang,
tetapi rajin dan jujur.
5. Mempergunakan partikel penekanan
(penegasan).
Contoh:
Saudaralah yang bertanggung
jawab.
D. Kehematan
Yang dimaksud dengan
kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat mempergunakan kata, frasa, atau
bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan tidak berarti harus
menghilangkan kata-kata yang dapat menambah kejelasan kalimat. Peghematan di
sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang tidak diperlukan,
sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
Ada beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan.
1. Penghematan dapat dilakukan dengan
cara menghilangkan pengulangan subjek.
Perhatikan contoh:
a. Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
b. Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang.
Perbaikan kalimat itu adalah sebagai
berikut.
a. Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat
itu.
b. Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa
presiden datang.
2. Penghematan dapat dilakukan dengan
cara menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
Kata merah sudah
mencakupi kata warna.
Kata pipit sudah
mencakupi kata burung.
Perhatikan:
a. Ia memakai baju warna merah.
b. Di mana engkau menangkap burung pipit itu?
Kalimat itu dapat diubah menjadi
a. Ia memakai baju merah.
b. Di mana engkau menangkap pipit itu?
3. Penghematan dapat dilakukan dengan
cara menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
Kata naik bersinonim
dengan ke
atas.
Kata turun bersinonim
dengan ke
bawah.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah
ini.
a. Dia hanya membawa badannya saja.
b. Sejak dari pagi
dia bermenung.
Kalimat ini dapat diperbaiki menjadi
a. Dia hanya membawa badannya.
b. Sejak pagi
dia bermenung.
4. Penghematan dapat dilakukan dengan
cara tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak. Misalnya:
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
para tamu-tamu para tamu
beberapa orang-orang beberapa orang
E. Kecermatan
Yang dimaksud dengan
cermat adalah bahwa kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran ganda dan tepat
dalam pilihan kata. Perhatikan kalimat berikut.
1. Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima
hadiah.
2. Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.
Kalimat 1 memilikimakna ganda, yaitu siapa yang
terkenal, mahasiswa atau perguran tinggi.
Kalimat 2 memiliki makna ganda, yaitu berapa
jumlah uang, seratus ribu rupiah atau dua puluh lima ribu rupiah.
Perhatikan kalimat berikut.
Yang diceritakan menceritakan
tentang putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.
Kalimat ini salah pilihan katanya
karena dua kata yang bertentangan, yaitu diceritakan dan
menceritakan.
Kalimat itu dapat diubah menjadi Yang diceritakan ialah
putra-putri raja, para hulubalang, dan para menteri.
F.
Kepaduan
Yang dimaksud dengan
kepaduan ialah kepaduan ialah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu sehingga
informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele
dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris. Oleh karena itu, kita
hidari kalimat yang panjang dan bertele-tele.
2. Kalimat yang padu mempergunakan pola
aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang
berpredikat pasif persona.
a. Surat itu saya sudah baca.
b. Saran yang dikemukakannya kami akan pertimbangkan.
Kalimat di atas tidak menunjukkan
kepaduan sebab aspek terletak antara agen dan verbal.
Seharusnya kalimat itu berbentuk
a. Surat itu sudah saya baca.
b. Saran yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.
3. Kalimat yang padu tidak perlu
menyisipkan sebuah kata seperti daripad atau
tentang antara predikat kata kerja dan objek
penderita.
Perhatikan kalimat ini
a. Mereka membicarakan daripada kehendak rakyat.
b. Makalah ini akan membahas tentang desain interior
pada rumah-rumah adat.
Seharusnya:
a. Mereka membicarakan kehendak rakyat.
b. Makalah ini akan membahas desain interior pada
rumah-rumah adat.
G.
Kelogisan
Yang dimaksud dengan
kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya
sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Perhatikan kalimat di bawah ini.
1. Waktu dan tempat kami persilakan.
2. Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini.
3. Haryanto Arbi meraih juara pertama Jepang Terbuka.
4. Hermawan Susanto menduduki juara pertama Cina
Terbuka.
5. Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering
mondar-mandir di daerah tersebut.
Kalimat itu tidak logis (tidak masuk
akal). Yang logis adalah sebagai berikut.
1. Bapak Menteri kami persilakan.
2. Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini.
3. Haryanto Arbi meraih gelar juara pertama Jepang
Terbuka.
4. Hermawan Susanto menjadi juara pertama Cina Terbuka.
5. Sebelum meninggal, wanita yang mayatnya ditemukan itu
sering mondar-mandir di daerah tersebut.
VII. KALIMAT SALAH DAN KALIMAT
BENAR
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah
ini.
Bentuk yang Salah
1. Untuk mengetahui baik atau buruknya
pribadi seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari.
2. Semoga dimaklumi.
3. Pekerjaan itu dia tidak cocok.
4. Perkara yang diajukan ke meja hijau
berjumlah 51 buah. Sedangkan perkara yang telah selesai disidang-kan berjumlah
23 buah.
5. Halamannya sangat luas, rumah paman
saya di Cibubur.
Bentuk yang Benar
1.
Baik atau
buruknya pribadi seseorang dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari
2.
Semoga
Bapak dapat memakluminya.
3.
Pekerjaan
itu bagi dia tidak cocok.
4.
Perkara
yang diajukan ke meja hijau berjumlah 51 buah, sedangkan perkara yang telah
selesai disidangkan berjumlah 23 buah.
5.
Halaman
rumah pamas saya di Cibubur sangat luas.
Referensi :
http://lecturer.ukdw.ac.id/othie/PengertianKalimat.pdf (5 Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar